source: facebook
Pameran Patah Hati
Sebuah pengantar
Sudah hampir 300 hari sejak pertama kali kita memutuskan untuk tak saling bertemu. Aku pun tak pernah lelah untuk mencoret-coret setiap deretan angka dalam kalender mejaku, siapa tahu engkau mau datang kembali membuka pintu rumahku. Lembaran struk restoran yang pernah kita bayar bersama, masih sangat setia menjadi debu yang usang di dalam laci meja. Sebenarnya, aku pun tak pernah ingin berharap ...suatu hari nanti, pada suatu ketika, engkau mau datang kembali. Aku bahkan lupa nomor teleponmu, aku lupa dimana kita biasa bertemu, baju apa yang sering engkau pakai, dan aku lupa pernah mencintaimu, sebagai seorang kekasih.
Aku ingat, masih cukup ingat, ketika pertama kali membangun suasana untuk menyatakan perasaanku, tentang perasaanmu, kepadaku. Hebatnya, kerinduan kita yang dulu pernah satu kali menjadi-jadi, terhadap setiap hal yang dulu pernah kita lewati, hanya berakhir dalam setiap sumpah serapahku, hari ini, disini, sambil bersungut-sungut memandangi kepalan tangan yang sudah mengeras sejak entah kapan mulanya.
Aku ragu, dan setiap hari semakin ragu, terhadap apa yang aku tunggu. Pernahkah aku mencintaimu? Apakah aku sekarang menunggumu? Untuk pertama kalinya sejak 300 hari perpisahan kita, aku buka laci mejaku. Aku masih ingat betul dimana tempat menyimpan barang yang satu-satunya menjadi alat untuk mengenang dunia kita. Sesekali aku menyimpulkan senyum melihat struk-struk restoran itu. Cinta kita memang mahal harganya. Aku masih ingat betul nama-nama restoran yang pernah kita singgahi, obrolan apa yang menemani setiap santap makan kita, namun terus terang aku tak bisa mengingatmu. Ya, aku tahu, aku sudah lupa dengan setiap detil wajahmu. Lantas, kenapa aku masih saja merasa merindukanmu, meski aku tak sedang mengharapkanmu datang kembali kesini?
Untuk pertama kalinya sejak 300 hari pertemuan terakhir kita, baru pernah aku menyadari bahwa, cinta kita telah hilang sejak pertama kali kita bertemu. Dan, hampir selama 200 abad kita bersama, kita hanya bertahan pada setiap kenangan-kenangan baru untuk kita cintai bersama. Cinta bisa saja hilang dan berganti, namun kenangan tetap saja abadi. Dan, mungkin untuk saat ini, ketika aku masih setia menantimu di depan pintu rumahku, mungkin, mungkin aku hanya menanti kenangan-kenangan itu, yang bisa saja di hidupkan dengan cinta yang lain. Bukan begitu, Sayang?
Sebuah pengantar
Sudah hampir 300 hari sejak pertama kali kita memutuskan untuk tak saling bertemu. Aku pun tak pernah lelah untuk mencoret-coret setiap deretan angka dalam kalender mejaku, siapa tahu engkau mau datang kembali membuka pintu rumahku. Lembaran struk restoran yang pernah kita bayar bersama, masih sangat setia menjadi debu yang usang di dalam laci meja. Sebenarnya, aku pun tak pernah ingin berharap ...suatu hari nanti, pada suatu ketika, engkau mau datang kembali. Aku bahkan lupa nomor teleponmu, aku lupa dimana kita biasa bertemu, baju apa yang sering engkau pakai, dan aku lupa pernah mencintaimu, sebagai seorang kekasih.
Aku ingat, masih cukup ingat, ketika pertama kali membangun suasana untuk menyatakan perasaanku, tentang perasaanmu, kepadaku. Hebatnya, kerinduan kita yang dulu pernah satu kali menjadi-jadi, terhadap setiap hal yang dulu pernah kita lewati, hanya berakhir dalam setiap sumpah serapahku, hari ini, disini, sambil bersungut-sungut memandangi kepalan tangan yang sudah mengeras sejak entah kapan mulanya.
Aku ragu, dan setiap hari semakin ragu, terhadap apa yang aku tunggu. Pernahkah aku mencintaimu? Apakah aku sekarang menunggumu? Untuk pertama kalinya sejak 300 hari perpisahan kita, aku buka laci mejaku. Aku masih ingat betul dimana tempat menyimpan barang yang satu-satunya menjadi alat untuk mengenang dunia kita. Sesekali aku menyimpulkan senyum melihat struk-struk restoran itu. Cinta kita memang mahal harganya. Aku masih ingat betul nama-nama restoran yang pernah kita singgahi, obrolan apa yang menemani setiap santap makan kita, namun terus terang aku tak bisa mengingatmu. Ya, aku tahu, aku sudah lupa dengan setiap detil wajahmu. Lantas, kenapa aku masih saja merasa merindukanmu, meski aku tak sedang mengharapkanmu datang kembali kesini?
Untuk pertama kalinya sejak 300 hari pertemuan terakhir kita, baru pernah aku menyadari bahwa, cinta kita telah hilang sejak pertama kali kita bertemu. Dan, hampir selama 200 abad kita bersama, kita hanya bertahan pada setiap kenangan-kenangan baru untuk kita cintai bersama. Cinta bisa saja hilang dan berganti, namun kenangan tetap saja abadi. Dan, mungkin untuk saat ini, ketika aku masih setia menantimu di depan pintu rumahku, mungkin, mungkin aku hanya menanti kenangan-kenangan itu, yang bisa saja di hidupkan dengan cinta yang lain. Bukan begitu, Sayang?
Time
Location
Discovery cafe (utara terminal Concad, Yogyakarta)
Ads from Amazone:
13 February at 19:00 - 18 February at 22:00
Location
Discovery cafe (utara terminal Concad, Yogyakarta)
Ads from Amazone:
No comments:
Post a Comment